BAB 3 PERKEMBANGAN STRATEGI DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA


1. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia Perencanaan pembangunan sendiri adalah upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, atau sebagai peran arahan bagi proses pembangunan untuk berjalan menuju tujuan yang ingin dicapai sebagai tolak ukur keberhasilan proses pembangunan.

Ciri perencanaan pembangunan :
· Berisi upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi
· Meningkatnya pendapatan perkapita · Merubah struktur ekonomi
· Meningkatnya kesempatan kerja bagi masyarakat
· Pemerataan pembangunan

Apapun definisi perencanaan pembangunan, menurut Bintoro Tjokroamidjojo,
manfaat perencanaan adalah :

· Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan
· Dengan perencanaan maka dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan        yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan, tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan resiko-resiko yang mungkin dihadapi.Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi seminim mungkin
· Perluasan produksi yang bermanfaat
· Perbaikan kualitas hidup dengan memberikan prioritas pada 3 hal yakni terciptanya lapangan kerja, sistem keamanan yang luas dan pembagian kekayaan dan pendapatan yang merata.
· Pembanguana yang seimbang yakni harmonisasi antar daerah berbeda dalam satu Negara dan antar sektor ekonomi
· Teknologi baru yakni berkembangnya teknologi tepat guna yang sesuai kondisi dan aspirasi negara
· Berkurangnya ketergantungan pada dunia luar dan dengan semakin menyatunya kerjasama yang solid dalam Negara.

Dalam sejarah perkembangannya, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia dibagi dalam beberapa periode, yakni:

Periode Sebelum Orde Baru, dibagi dalam:
· Periode 1945-1950
· Periode 1951-1955
· Periode 1956-1960
· Periode 1961-1965

Periode Setelah Orde Baru, dibagi dalam:
Periode 1966 s/d 1958, Periode Stabiitasi dan Rehabilitasi
· Periode Repelita I: 1969/70-1973/74
· Periode Repelita II : 1974/75-1978/79
· Periode Repelita III : 1979/80-1983/84
· Periode Repelita IV : 1984/85-1988/89
· Periode Repelita V : 1989/90-1993/94

Secara ringkas perkembangan rencana pembangunan dan stretegi yang dipergunakan dapat dilihat dalam tabel berikut:

1. Periode 1945-1950
a) Perencanaan Hatta (1947)
b) Rencana Kasino, Plan Produksi Tiga Tahun RI 1948-1950
c) Rencana Kesejahteraan Istimewa 1950-1951

Catatan:
- Periode 1945-1950 ini pada dasarnya masih merupakan periode revousi, yaitu dalam situasi mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945
- Periode 1945-1950, di Indonesia memberlakukan 2 UUD, yakni:

1. UUD 1945, yang berlaku dari Agustus 1945-Desember 1949
2. Konstitusi RIS, yang berlaku dari Desember 1949-Agustus 1950 Landasan:
- Pasal 33 UUD ‘45 Strategi:
- Meningkatkan kemakmuran rakyat dengan cara:
1. Memperbaharui tenaga produktif
2. Jalan industrilisasi dengan tetap mendasarkan diri sebagai negara agraris


Kebijaksanaan yang mendukung:

- Kebutuhan negara lain akan produk Indonesia masih tinggi, khususnya barang-barang pertanian sebagai bahan baku industri
- Barang sintetis belumlah dominan
- Fluktuasi harga barang ekspor Indonesia sewaktu mengalami kenaikan
- Pinjaman luar negeri, baik modal asing, merupakan pinjaman yang dianjurkan

Kebijaksanaan yang menghambat:

- Perekonomian Indonesia belum stabil sebagai akibat masa peralihan dari perekonomian penjajahan (Belanda dan Jepang) ke perekonomian kemerdekaan
- Inflasi yang diakibatkan oleh tindakan Belanda yang tetap menginginkan Indonesia sebagai negara jajahannya, serta defisit APBN
- Sangat tergantung pada fluktuasi tingkat harga barang ekspor Indonesia di pasar Internasional
- Kabinet yang silih berganti sebagai akibat situasi politik yang belum stabil (agresi Belanda tahun 1947 dan 1948) sehingga tidak ada kebijaksanaan ekonomi yang berkesinambungan
- Terbatasnya dana saat itu
- Rencana yang belum/ tidak dijabarkan dalam langkah-langkah yang konkret misalnya dalam bentuk alokasi dana
- Perhatian pemerintahan masih ditekankan pada mempertahankan kemerdekaan dari serangan/ agresi dari luar
- Rencana yang dibuat belum memiliki dasar politis

2. Periode 1951-1955 Perencanaan urgensi perekonomian (1951) yang diusukan oleh Sumitro
Djojohadikusumo 

Catatan:
- Periode 1951-1955 merupakan periode pemantapan kemerdekaan.
Kemerdekaan Indonesia telah diakui secara Internasional tetapi Irian Barat masih belum diserahkan Belanda - Pada priode ini Indonesia memberlakukan UUDS dari 15 Agustus 1950
-5 Juli 1959 yang pada dasarnya menggambarkan rapuhnya persatuan di antara bangsa Indonesia sendiri
- Rencana pembangunan Ekonomi ini hanya mencakupi waktu 1951 dan 1952
- Dari tahun 1952-1955 tidak ada rencana pembangunan ekonomi yang disusun oleh pemerintah
Landasan: - Tidak dirumuskan secara eksplisit
Strategi: - Peningkatan nilai kemakmuran masyarakat dengan cara:
1. Mendorong berkembangnya industri-industri kecil
2. Meningkatkan kemajuan badan-badan koperasi dan memperkuat organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan untuk usaha perniagaan kecil dan menengah
3. Mendorong berkembangnya industri berat yang akan menjadi unsur-unsur penyokong yang memudahkan dan memperkuat kemajuan perindustrian dalam negeri di daerah-daerah
4. Peranan pemerintah diharapkan dominan dalam pelaksanaan rencana ini

Yang mendukung:
- Perang Korea pada tahun 1951 yang mengakibatkan penerimaan Indonesia meningkat sehingga relatif ada dana (dikenal dengan istilah Korea-Boom)

Yang menghambat:
- Inflasi yang tidak dapat lagi dikendalikan sebagai akibat defisit anggaran yang semakin meningkat
- Penggunaan surplus perdagangan yang tidak terarah
- Kebijaksanaan keuangan yang tidak mendorong berkembangnya investasi
- Kabinet masih silih berganti yang mengakibatkan tidak adanya rencana/ program yang berkesinambungan
- Sifat rencana yang sangat pendek (hanya 2 tahun) dan tidak mempunyai dasar politis (tidak ada persetujuan DPR)

3. Periode 1956-1960 Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (RTLP) 1956-1960
Catatan:
- Dalam periode ini kabinet masih silih berganti - Sengketa Irian Barat yang semakin meningkat yang mengakibatkan dinasionalisasikan perusahaan-perusahaan Belanda
- Perkembangan politik di negeri semakin panas yang mengakibatkan perekonomian Indonesia berkembang ke arah yang tidak menentu Landasan:
- Secara eksplisit tidak dirumuskan Strategi:
- Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mengalokasikan dana tahunan sebagai berikut:
1. Untuk pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan ....13%
2. Untuk pengairan dan proyek-proyek multipurpose ...25%
3. Untuk alat-alat perhubungan ...25%
4. Pertambangan an industri ...25%
5. Untuk urusan sosial (pengajaran, kesehatan, peumahan, dsb.) ...12%

Yang mendukung:
- Secara politis RUU tentang RLTP ini telah disetujui oeh DPR

Yang menghambat:
- Dalam pelaksanaan ternyata garis-garis besar rencana itu perlu diubah, baik dalam target maupun dalam pembiayaan
- Rencana yang disusun tidak/ kurang memperhatikan potensi yang ada
- Inflasi yang semakin tidak terkendali sebagai akibat defisit APBN yang semakin besar
- Pendapatan pemerintah dari ekspor sangat menurun sebagai akibat dari resesi ekonomi yang dialami AS dan Eropa Barat selama akhir 1957 dan permulaan 1958
- Terjadinya gangguan keamanan dalam negeri sebagai manifestasi ketengan antara pusat dan daerah, dengan perkataan lain stabilitas politik tidak ada
- Kemampuan adaministratif untuk menjamin pelaksanaan rencana masih sangat rendah

4. Periode 1961-1965 Perencanaan Pembangunan Nasioanl Semesta Berencana 1961-1965
Catatan:
- Periode ini diwarnai oleh perkembangan politik yang semakin panas (pembebasan Irian Barat, anti Malaysia dan juga konflik antar partai politik)
- Rencana ini terpaksa dihentikan di tengah jalan sebagai akibat adanya pemberontakan PKI tahun 1965 (Aksi G.30.S.PKI)

Landasan:
- Manifesto politik No. 1/1960 dan Deklarasi Ekonomi 1963
Strategi:
- Meningkatkan kemakmuran masyarakat dengan asas Ekonomi Terpimpin

Yang mendukung:
- Ada niat untuk membangun dengan suatu rencana yang jelas yang juga diikuti dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu


Yang menghambat:
- Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim dianut, yang antara lain tidak mempertimbangkan dana untuk membiayainya
- Defisit anggaran yang semakin meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi tahun 1965 (650% /tahun) telah merusak sendi-sendi perekonomian secara menyeluruh
- Peraturan yang ada tidak dilaksanakan secara konsisten
- Stabilitas politik tidak ada, bahkan terjadi pemberontakan PKI tahun 1965
- Tenaga pendukung (administrasi) yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan rencana masih sangat lemah bahkan semakin diperlemah karena adanya inflasi yang tidak terkendali
- Rencana ini pada dasarnya hanya untuk mendinginkan situasi politik yang sedang panas

5. Periode 1966-1969 Periode stabilitasi dan rehabilitasi ekonomi 1966-1969
Catatan:
- Dengan pemberontakan PKI tahun 1965, Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana praktis tidak berlaku lagi
- Setelah pemberontakan PKI ditumpas, lahirlah masa Orde Baru - UU Perbankan tahun 1968 diberlakukan - Kebijaksanaan 3 Oktober 1966 yang mmengambil langkah
-langkah di bidang keuangan negara, moneter dan perdagangan yang berkisar pada:

Penertiban keuangan negara yang serba sulit pengaturan kembali urusan moneter dan dunia perbankan Memberikan kebebasan kepada dunia perdagangan yang terbelenggu oleh sistem jatah yang tidak wajar dan oleh peraturan berbelit-belit yang mematikan inisiatif rakyat/ masyarakat
- Kebijaksanaan ini berintikan bertujuan membendung laju inflasi

Landasan:
- TAP MPRS No. XXIII/MPRS/1966 yang juga merupakan GBHN yang pertama

Strategi:
- Meningkatkan kemakmuran rakyat/ masyarakat (GNP) dengan memperbaharui kebijaksanaan dalam bidang ekonomi keuangan dan pembangunan dengan cara:
1. Penilaian kembali daripada semua landasan-landasan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan agar diperoleh keseimbangan yang tepat antara upaya yang diusahakan dan tujuan yang hendak dicapai
2. Melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
3. Stabilisasi dan rehabilitasi yang mencakup (jangka pendek)

Pengendalian inflasi Pencukupan kebutuhan pangan Rehabilitasi prasarana ekonomi Peningkatan kegiatan ekspor Pencukupan kebutuhan sandang - Pembangunan yang terencana dan konsisten (jangka panjang) yang skala prioritasnya adalah:

Bidang pertanian Bidang prasarana Bidang industri Yang mendukung:
- Program ini dilandasi ketetapan MPRS sehingga mempunyai nilai politis
- Dalam rencana ini dirumuskan secara tajam adanya skala prioritas nasional yakni bidang ekonomi
- Skala prioritas dalam bidang ekonomi juga menegaskan adanya patokan utama yakni dilaksanakannya proyek-proyek yang menghasilkan barang dan jasa yang sangat diperlukan bagi keperluan rakyat banyak
- Dalam operasionalnya, dibedakan dengan jelas antara program stabilisasi dan rehabilitasi dengan program pembangunan
- Dibedakannya antara pembangunan jangka pendek dan jangka panjang dalam pembangunan ekonomi
- Diberlakukannya kebijaksanaan dalam bidang ekonomi yang konsisten disertai dengan penertiban keuangan pemerintah melalui kebijaksanaan APBN yang seimbang
- Kebijaksanaan dalam bidang ekonomi tersebut adalah:

Peraturan-peraturan 3 Oktober 1966 Peraturan bulan Februari 1967 Peraturan 28 Juli 1967
- Kehidupan politik yang relatif stabil

Yang menghambat:
- Harga barang-barang ekspor Indonesia di pasaran Internasional menurun. Dan juga merosotnya hasil produksi barang-barang ekspor, menurunnya mutu kekurangan bahan-bahan baku/ penolong serta peralatannya, keadaan infrastruktur yang menghambat jalannya ekspor
- Aspek administrasi yang belim menunjang
- Mulai dikembangkannya secara relatif cepat barang-barang sintetis di negara maju sehingga mengurangi permintaan produk Indonesia
- Peranan sektor pertanian yang masih tinggi 6. Periode 1969/70-1973/74 Catatan: - Dalam Repelita I sasaran utama yang hendak dicapai adalah meningkatkan produksi nasional dengan tetap mempertahankan stabilisasi
- Kebijaksanaan industri dilakukan sebagai industri pengganti barang-barang impor (yang perlu diproteksi) yang pada dasarnya merupakan benih ekonomi biaya tinggi
- Untuk mengatasi kekurangan dana pemerintah memberlakukan kebijaksanaan pinjaman luar negeri dan mengundang modal asing
- Kebijaksanaan ekonomi yang menonjol dalam

Repelita I adalah:
- Peraturan Pemerintah No. 16 tanggal 17 April 1970
- Pada tanggal 23 AGUSTUS 1971 pemerintah mengubah kurs rupiah dari Rp 378,
- menjadi Rp 415,- untuk US $ 1
- Pertumbuhan ekonomi periode 1970 s/d 1975 adalah +/- 6,5%

Landasan:
- TAP MPRS XXIII/MPRS/1966


Strategi:
- Meningkatkan (GNP) dengan tetap menjaga stabilisasi ekonomi dan pada saat yang bersamaan meningkatkan investasi di sektor yang diprioritaskan (pertanian, prasarana, industri).
Sasarannya adalah perombakan struktural perekonomian Indonesia

Yang mendukung:
- Tingkat inflasi sudah dapat dikendalikan dan disiplin penggunaan keuangan pemerintah semakin mantap yang nampak dalam penyusunan dan pelaksanaan APBN.
Dengan perkataan lain perekonomian nasional sudah semakin stabil
- Pemberlakuan kebijaksanaan baru pemerintah di bidang perdagangan, ekspor-impor dan devisa yang dituangkan dalam PP R.I. No. 16 tahun 1970
- Dialokasikannya dana dalam APBN untuk pembangunan pedesaan pada khususnya dan pembangunan daerah pada umumnya - APBN tetap dipertahankan seimbang - PMDN dan PMA yang semakin meningkat - Situasi politik yang semakin stabil Repelita memiliki dasar politis yang kuat yaitu berpedoman pada TAP MPR
- Segi administrasi dan kelembagaan yang mulai berkembang (berfungsi)

Yang menghambat:
- Dalam perekonomian yang semakin terbuka, Indonesia semakin dipengaruhi oleh fluktuasi perekonomian Indonesia
- Daya beli masyarakat Indonesia masih rendah, kurang mendukung berkembangnya industrilisasi, khususnya pengganti barang-barang impor
- Semakin dirasakannya perbedaan/ kesenjangan pendapatan antar golongan dan juga antar daerah, karena investasi yang dilakukan ternyata padat modal dan terpusat di daerah-daerah tertentu (khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dll) - Krisis moneter dunia
- Pengawasan pembangunan yang masih lama 7. Periode 1974/75-1978/79

Repelita II Catatan:
- Pada periode ini harga minyak bumi meningkat pesat sehingga meningkatkan dana pembangunan
- Devaluasi Rupiah tanggal 15 Nopember 1978, dari Rp 415,-/US $ 1,
- menjadi Rp 625,-/US $ 1,-
- Target pertumbuhan yang hendak dicapai 7,5%
- Mulai dikembangkan pembangunan yang berwawasan ruang dengan membentuk wilayah-wilayah pembangunan
- Krisis pertamina, tidak mampunya Pertamina melunasi utang jangka pendeknya
- Krisis beras akibat kemarau panjang
- Mulai dikembangkan pembangunan yang berwawasan ruang dengan membentuk wilayah-wilayah pembangunan
- Krisis pertamina, tidak mampunya Pertamina melunasi utang jangka pendeknya - Krisis beras akibat kemarau panjang

Landasan:
- GBHN 1973
Strategi:
- Meningkatkan (GNP) dengan sasaran:
- Tersedianya pangan dan sandang yang serba cukup dengan mutu yang bertambah baik dan terbeli oleh masyarakat
- Tersedianya bahan-bahan perumahan dan fasilitas lain yang diperlukan, terutama untuk rakyat banyak
- Keadaan prasarana yang semakin meluas dan sempurna
- Kesejahteraan rakyat yang lebih baik dan lebih merata
- Memperluas kesempatan kerja

Yang mendukung:
- Stabilisasi ekonomi tetap dipertahankan yaitu dengan tetap mempertahankan APBN yang seimbang
- Harga minyak bumi yang meningkat pesat - Situasi politik yang relatif stabil

Yang menghambat:
- Peranan pemerintah yang semakin dominan, menghambat pasrtisipasi rakyat/ masyarakat
- Perekonomian Internasional yang mulai dihinggapi krisis yang mengakibatkan menurunnya penerimaan ekspor di luar minyak.
Di pihak lain kebutuhan devisa untuk impor meningkat 8. Periode 1979/80-1983/84

Repelita III Catatan:
- Repelita III memberikan perhatian yang lebih mendalam pada peningkatan kessejahteraan dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan laju pembangunan di daerah-daerah tertentu, peningkatan kemampuan yang lebih cepat dari golongan ekonomi lemah, pembinaan koperasi, peningkatan produksi pangan dan kebutuhan pokok lainnya, transmigrasi, perumahan, perluasan fasilitas pendidikan, perawatan kesehatan dan berbagai masalah sosial lainnya
- Target pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai 6,5%
- Deregulasi perbankan 1 Juni 1983 mulai diberlakukan. Sementara itu masalah ‘deregulasi’ dan ‘debirokratisasi’ muncul secara mencolok
- Mulai 1 Januari 1984 diberlakukan UU Pajak yang baru
- Indonesia mulai swasembada beras
- Devaluasi Rupiah tanggal 31 Maret 1983 dari Rp 625,
- menjadi Rp 970,- per US $ 1,-
- Pemberlakuan Keputusan Presiden No. 10/1980 tentang sentralisasi pengadaan keperluan pemerintah - Inpres No. 51/1984 Landasan:
- Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 - TAP MPR No. IV/MPR/1978 (GBHN)
- TAP MPR No. VII/MPR/78 - Keputusan Presiden T.I. No. 59/M tahun 1978

Strategi:
- Meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% dengan berlandaskan pada Trilogi Pembangunan yang meliputi:
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Asas pemerataan tampil sangat tajam dalam
Repelita III yaitu dengan dituangkannya 8 jalur pemerataan Yang mendukung:
- Sasaran yang ingin dicapai diikuti oleh kebijaksanaan pada bidangnya yang konsisten
- Situasi ekonomi pada umumnya sudah lebih baik sehingga memungkinkan pertumbuhan, khususnya sektor informal

Yang menghambat:
- Gejala ekonomi dunia yang belum juga mereda
- Harga minyak bumi yang mulai mengendor sehingga sangat mengurangi penerimaan pemerintah
9. Periode 1984/85-1988/89 Repelita IV

Catatan:
- Dalam bidang politik diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi organisasi sosial politik serta organisasi kemasyarakatan lainnya demi kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa
- Deregulasi dan debirokratisasi merupakan kebijaksanaan yang menyolok dalam kurun waktu Repelita IV
- Diumumkan devaluasi pada tanggal 12 September 1986 yang diikuti dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan lainnya yang menunjang kebijaksanaan devaluasi
- Pemberlakuan Inpres No. 4/1985 tangga 4 April 1985 mengenai penggunaan SGS sebagai upaya meniadakan ekonomi biaya tingkat tinggi
- Pengaktifan kembali penggunaan instrumen moneter berupa fasilitas diskonto ulang, sertifikat BI, surat berharga pasar uang
- APBN 1986/1987 volumenya secara absolut menurun dari APBN tahun sebelumnya - Rephasing investasi-investasi besar
- Pemberlakuan Paket 6 Mei 1986 untuk meningkatkan daya kompetisi ekspor non-migas dan menarik penanaman modal
- Pemberlakuan keputusan 25 Oktober 1986 dan 15 Januari 1987 yang pada dasarnya untuk sebagian meniadakan adanya importir tertunjuk - Pembayaran utang luar negeri melampaui DSR
- Pemberlakuan kebijaksanaan 25 Oktoer 1986 dan 15 Januari 1987
- Terjadi ‘mini krisis’ pada September 1984 dan pembelian cadangan devisa Desember 1986, terakhir ini diatasi dengan ‘gebrakan Sumarlin’

Landasan:
- Pasal 4 ayat 1 UUD 1945
- TAP MPR No. II/1983 tentang GBHN
- TAP MPR No. /1983 mengenai pelimpahan tugas dan wewenang kepada Presiden/ Mandataris MPR dalam rangka pensuksesan dan pengamanan pembangunan nasional
- Keputusan Presiden No. 7/1979 tentang Repelita III
- Keputusan Presiden No. 45/M tahun 1983 tentang pembentukan kabinet pembangunan IV

Strategi:
- Peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan sasaran diletakkan pada pembangunan di bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun maupun ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita selanjutnya. Sejalan dengan itu pembangunan dalam bidang politik, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain akan semakin ditingkatkan sepadan dan agar saling menunjang dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh pembangunan di bidang ekonomi

Yang mendukung:
- Tetap dipertahankan APBN yang seimbang, serta inflasi tetap dapat terkendali - Kegiatan investasi tetap berjalan

Yang menghambat:
- Sumber penerimaan dari minyak bumi menurun sangat tajam
- Proteksi yang diberlakukan oleh negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat yang merupakan pasar barang ekspor Indonesia terbesar - Perekonomian Internasioanl yang masih belum menentu
- Menurunnya nilai dolar tehadap mata uang asing lainnya sehingga melipatgandakan utang Indonesia Sejak dimulainya masa Orde Baru sebenarnya perencanaan ekonomi Indonesia telah dijabarkan dalam beberapa fase perencanaan, yakni:

Badan ini memiliki fungsi membantu Presiden di dalam menetapkan kebijaksanaan di bidang perencanaan pembangunan nasional, serta menilai pelaksanaannya. BAPPEDA tingkat I untuk melaksanakan perencanaan daerah tingkat I (Provinsi), dan BAPPEDA tingkat II untuk melaksanakan perencanaan daerah tingkat II (Kabupaten dan Kotamadya).

Sumber : http://mifta-huljannah.blogspot.com/2012/03/minggu-5-perkembangan-strategi-dan.html

Comments

Popular Posts