BAB 6 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ( APBN )

A.Peran dan Penyusunan APBN


Jika setiap perusahaan menyusun anggaran pengeluaran dan pendapatannya setiap tahun, maka pemerintah juga berbuat yang sama yang dapat dilihat di dalam anggaran pendapatan dan  belanja negara atau APBN, yang dibuat setiap tahun.

Selama orde baru hingga krisis ekonomi 1997/98, APBN disusun dan diumumkan setiap bulan April. Setelah krisis ekonomi 1997/98, tahun fiskal mulai Januari. Berarti dalam beberapa bulan menjelang akhir tahun, semua departemen pemerintah dan lembaga pemerintah non-departemen sibuk menyiapkan anggaran pengeluarannya, tidak saja yang bersifat rutin, seperti gaji, subsidi, dan tunjangan pegawai negeri, hingga biaya rutin lainnya untuk menjalankan kegiatan rutin departemen dan lembaga non-departemen tetapi juga pengeluaran untuk membiayai proyek-proyek, misalnya proyek pembangunan jalan raya, jembatan, pelabuhan, dan waduk dari Departemen Pekerja Umum (PU), proyek pembangunan kompleks-kompleks atau sentra-sentra industri dari Departemen Perindustrian, dan lain-lain.

Anggaran dari setiap departemen dan lembaga non-departemen diserahkan ke Departemen Keuangan untuk penetapan jumlah anggaran APBN, yang selanjutnya diusulkan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan dari lembaga tersebut.
Karena penyusunan APBN tahun ini adalah tahun untuk tahun depan, maka umum disebut rancangan APBN atau RAPBN. Jadi, pada tahun 2008 dibuat RAPBN 2009, dan sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2009 menjadi APBN 2009.

Penyusunan RAPBN atau penetapan besarnya pengeluaran dan pendapatan untuk tahun depan didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai nilai dari sejumlah variable ekonomi  makro, seperti tingkat inflasi, nilai tukar  rupiah terutama terhadap dolar AS, pertumbuhan ekonomi dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ingin dicapai dan harga minyak di pasar internasional.

Variabel terakhir ini penting karena ekonomi Indonesia masih sangat tergantung kepada minyak, jika pada era orde baru lebih pada sisi ekspornya, sekarang ini lebih pada sisi impornya. Dalam kata lain, karena sekarang Indonesia lebih banyak impor daripada ekspor minyak, maka kenaikan harga minyak di pasar internasional akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Dapat dipahami bahwa besar kecilnya defisit APBN mencerminkan sifat dari kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah, yang merupakan pengelolaan terhadap pengeluaran dan penerimaan negara guna mencapai pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja, stabilitas harga, dan stabilitas posisi eksternal (yang tercermin dalam besar kecilnya defisit neraca pembayaran).
Jadi, jika pemerintah mengeluarkan kebijakan fiskal ekspansif, ini tercerminkan dalam peningkatan defisit APBN. Sebaliknya, kebijakan fiskal kontraktif tercerminkan dalam penurunan defisit APBN.


B. Komponen-Komponen Utama APBN

APBN mempunyai dua komponen besar, yakni anggaran pengeluaran dan anggaran pendapatan. Selanjutnya kedua komponen tersebut, masing-masing mempunyai sub-komponen.
Anggaran pendapatan terdiri atas berbagai macam pajak, retribusi, royalti, keuntungan BUMN, dan berbagai pendapatan non-pajak lainnya. Namun demikian, yang paling dominan dan sekaligus paling krusial sebagai instrumen fiskal dari sisi penerimaan adalah pajak.
Sedangkan anggaran pengeluaran terdiri atas dua sub-komponen besar, yakni pengeluaran pemerintah pusat dan pengeluaran pemerintah daerah. Yang terakhir ini mulai berlaku sejak penerapan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yang dapat dibagi lagi menjadi dua komponen, yakni dana pertimbangan dan dana penyesuaian, dan otonomi khusus. Sedangakan anggaran pengeluaran pemerintah pusat meliputi gaji pegawai negeri, pengeluaran material, investasi, pembayaran bunga pinjaman, subsidi, dan lain-lain.

C. Sumber Pendanaan Defisit APBN

Defisit APBN dapat didanai lewat berbagai sumber, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari luar negeri bisa dalam bentuk utang luar negeri (ULN) atau lewat penerbitan obligasi. Dari dalam negeri, bisa dari perbankan berupa pinjaman atau kredit bank atau penggunaan sisa anggaran lebih (SAL) tahun-tahun anggaran sebelumnya yang tersimpan pada rekening-rekening pemerintah, baik di bank-bank umum maupun Bank Indonesia, dan non-perbankan, misalnya penerimaan hasil divestasi saham pemerintah pada BUMN dan penerimaan privatisasi BUMN, penjualan obligasi atau surat utang pemerintah (fiskalisasi), penjualan aset-aset perbankan dalam program restrukturisasi (penyehatan), dan penyertaan modal pemerintah.
Sumber :

Dr. Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia
Penerbit Ghalia Indonesia (April 2009)

Comments

Popular Posts